Monday, August 7, 2023

Kesuksesan Maya

Dunia kerap menjerat lalu memasung kita dalam kisah-kisah kesuksesan. Ada yang picisan ada juga yang bertaraf kesultanan. Perayaan-perayaan puncak kejayaan menjadi tolak ukur keberhasilan dalam menaklukan sebuah perjalanan kehidupan setiap manusia. 

Para motivator lupa memperhitungkan sisi rentan mentalitas seorang manusia. Baik mereka yang melihat, mengalami atau (sedang dalam) mencari kesuksesan. Mereka terlalu sibuk berebut panggung dengan mengusung gempita sejuta jalan dan alternatifnya menuju kata kesuksesan dalam definisi dangkal olahan akumulatif dari cara pandang masyarakat sosial sekitar. Tanpa disadari jiwa-jiwa juga digiring akan rasa haus sebuah pengakuan akan arti sebuah kesuksesan. Ego keakuannya. 

Kita dipaksa dan menjadi kesulitan untuk membuka mata atas cerita nyata kegagalan hidup dan kandasnya suatu impian. Sehingga merangkul masa lalu, derita dan luka pahit menjadi suatu ancaman dan catatan hitam dalam membingkai sebuah biografi setiap individu dan pengakuan atas eksistensinya. 

Benarkah kesuksesan serta merta menjadi tujuan akhir setiap insan? Lalu mengapa mereka juga sering menangis sepi dibalik tatapan-tatapan kagum atas keagungan? 

Jika menjadi 'terbangun' menyebabkan kamu kehilangan segalanya. Lalu mengapa kamu membiarkan diri terlalu nyenyak tertidur dalam kesuksesan itu?







Wednesday, March 1, 2023

A letter to my guruji on March

Pranam guruji,

I thank you for today's class. I really enjoy how you share the topic. It's very touching and fruitful for me. Yes, I agree when you explain that we choose our hero based on our own taste, either it's Yesus, Allah, Buddha, Krisna or Shiva, but actually they are the same, the one who was enlightened 🤍 There's nothing to compare with, it's only us who like to make the difference and put it in our mind.

I'm feeling blessed when you remind us that we are here because our karma. Some people said they are too busy with their children, their spouse or colleagues, they don't have any time and it is such as wasting time to sit and listen, but still they feel stressed and not happy with their own life. Only qualified people will be able to heal themselves and then they can heal others. This needs to be understood first with us🙏

I also heard some new terminology in ancient yoga and sanskrit from you, I try my best to grasp them. Today I learned so much on how human beings react to sounds. How we usually speak in high octave sounds or when we use low octave sounds which can touch the soul. Sounds also make us connected and our whole life contribution is from the sounds. Sanskrit is also a sound and it comes from silence. In silence we're trying to learn to conquer our ego, our five senses, our indriya, our desires at DNA level, and our intellectual. I know It's not easy but I believe you will guide us step by step and once again thank you 🪷🙏

I thank you for today's activities. I could effectively do my responsibility to teach my younger kid patiently, of course by recognizing my breathing and giving him sweet sounds to get more engagement and connection, I try to practice directly and the result is so much impressive. Thank you to my daughter who is independently learning by herself, so I could focus more on my son with his special needs. Thank you to my dearest husband who is always ready to hear my difficulties and makes me smile again. I thank you for myself for becoming stronger in this path. I keep trying to humbly and sincerely hear the sounds, especially from you 🪷🙏

I bow down at your lotus feet 🙇‍♀️



Sunday, December 25, 2022

Matius 2:12, 'pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain

Tema Natal tahun ini sangatlah menggelitik dan memiliki arti yang mendalam. KWI-PGI mengambil kutipan dari Injil Matius 2:12, 'pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain.' Kutipan ini tidak lain adalah sepenggal cerita mengenai perjalanan orang-orang Majus yang mencari keberadaan kelahiran sang juruselamat. Orang-orang Majus pada jaman itu dikenal sebagai orang-orang bijak, mereka yang juga keturunan raja-raja dari Timur. Mereka yang tercatat memiliki pengetahuan serta keahlian dalam membaca pertanda semesta, ilmu tafsir (mimpi), magis, mistis atau ilmu perbintangan (astrologi). Mereka adalah para pencari yang menjadi orang terpilih pertama menemukan tempat kelahiran Yesus lewat sang bintang timur. Jika boleh sedikit mengingatkan kembali, adalah bintang yang selalu disematkan pada pucuk pohon² natal di setiap rumah umat Kristiani yang merayakan hari Natal. Sebuah makna untuk selalu mencari terang dalam setiap rumah, rumah dalam artian keluarga atau lebih erat lagi rumah tempat jiwa atau ruh manusia bernaung.

Ketika melihat, mendengar dan mengalami langsung sebuah sukacita, para orang Majus tersebut teringat bahwa mereka sempat dipesankan oleh Herodes untuk mengabarkan hal itu. Tetapi semesta ternyata membawa pesan lain melalui mimpi bahwa mereka harus kembali ke negerinya melalui jalan lain. Jalan lain yang mengarahkan mereka untuk tidak bertemu dengan raja Herodes yang jelas memiliki niatan jahat terhadap kelahiran juruselamat tersebut. Jalan lain, jalan yang tidak biasa ditempuh ternyata memberikan keselamatan. 'Jalan lain' terkadang juga sulit bahkan tidak mungkin dipahami oleh pihak-pihak yang lainnya. Jalan lain merupakan simbol penting bahwa setiap sukacita keselamatan atau terang ilahi tidak selalu ditempuh lewat jalan yang sama. Dan tentunya 'jalan lain' juga memiliki rintangan dan tantangannya tersendiri. Maka makna natal tahun ini kembali menguatkan setiap masing-masing dari diri kita, bahwa setiap 'jalan lain' yang kita tempuh demi terang tentunya tidak akan mudah, bahwa 'jalan lain' yang sedang kita lalui atau jalani mungkin adalah penanda dari semesta yang punya misteri berbeda. Tetapi 'jalan lain' juga merupakan jalan yang akan mendekatkan kita dengan tujuan yang selalu menjadi bagian dari esensi hidup manusia, kebenaran, cahaya dan terang ilahi.

Selamat natal, terang sertamu, temukan melalui 'jalan lain'-mu 🤍


Sunday, October 2, 2022

Cerita Di balik Sekardus Kopi

Akhirnya saya order kopi lagi. Ini bukanlah tentang mengorder kopi di salah satu coffee shop terkemuka di sudut-sudut setiap kota, seperti Starbucks, Maxx Coffee atau Kopi Kenangan.  Singkat cerita saya menyibukkan diri merambah usaha sembako. Setelah sekian lama tidak stock barang berupa kopi hitam kemasan. Entah mengapa meski bukan masuk dalam kategori sembako tetapi setiap usaha sembako pasti selalu menyertakan kopi di dalam list jualannya. Semalam ketika merapikan gudang, tiba-tiba saya jadi teringat bahwa stock barang terakhir yang berupa kopi senilai 22 juta dibuat terbengkalai oleh rekan kerja terdahulu. Ada puluhan karton kopi yang dimakan rayap. Dia mencibir dan mensyukuri kemalangan tersebut dikarenakan akibat perilaku saya, meski saya sendiri bingung, padahal yang bikin banyak rayap kan rumah beliau hehe.. 

Sedikit ajaib menurut saya karena sebelumnya barang tersebut dipercayakan dan kami sepakat menjadikan rumah beliau gudang stock barang. Oh, iya saya lupa cerita bahwa hubungan bisnis tidak berjalan mulus dan berhenti di tengah jalan setelah hampir satu tahun lamanya berjalan. Saat peristiwa sulit itu terjadi dengan semangat kerja bakti, pelan-pelan bersama ART yg lama, kami bersihkan satu persatu kopi-kopi sachetan tersebut dan memindahkan barang yang masih bisa terselamatkan isinya ke karton pengganti lain. Ternyata bungkus kopi sachet juga setangguh rasa pahitnya. Meski karton sudah separuh lebih hancur dimakan rayap tetapi kopi tetap utuh dan aman dalam sachetan yang kokoh. Kami memindahin semua barang yang tersisa ke gudang dadakan, yaitu garasi mobil yang saya sulap menjadi gudang seadanya, kalau saya tidak salah masih sekitar 240an karton sisanya. Semuanya dibiarkan tergeletak begitu saja tanpa upaya apapun dari beliau. Beliau hanya mengirimkan pesan di wa dan menginformasikan ke saya bahwa lebih baik sisanya dipindahkan ke rumah saya daripada semakin banyak yang rusak. 

Saya memutar otak, selama ini kami melakukan usah jual beli sembako secara partai, minimal order 100 karton dengan segelintir pelanggan. Tentunya semakin banyak pesanan bukan saja semakin besar modal tetapi juga semakin kecil keuntungannya. Saya pikir saya tetap bisa meneruskan usaha ini secara grosir tanpa harus mengandalkan pelanggan-pelanggan lama yang terbiasa dengan konsep pembelian partai, harus ada sistem baru, rencana cadangan. Maka mulailah saya bergerilya mencari pelanggan-pelanggan baru. Istilahnya ngider, ngemper atau blusukan ke setiap warung-warung atau toko yang biasa menjual secara retail, sambil membaca arus berjualan sembako yang tepat sebaiknya bagaimana dengan kondisi yang serba terbatas waktu itu. Baik posting online via market place, juga menawarkan di beberapa wag UMKM bahkan ke pelaku usaha kuliner, saya lakukan. Ternyata semesta iba pada saya yang merana ini hihihi.. Tiba-tiba boom! Harga jual kopi melonjak hampir 2X lipat. Alhasil stock yang masih banyak tadi laris bak jualan kacang goreng. Meski bukan kardus asli harga sedikit murah dilahap juga oleh pedagang lainnya. Alhamdullilah! Uang kembali utuh bahkan ada nikmat profit yang cukup manis. 

Kendala masih muncul dari rekan kerja terdahulu yang mengumbar sana-sini minta royalti alias jatah profit barang yang sudah terjual laris. Padahal semua pembukuan sudah clear dan closing. Saya bilang ke si pembawa berita; kalau saya sih sudah selesai, kalau beliau belum, silahkan menagih apa yang beliau rasa masih menjadi haknya kepada saya. Saya akan buka lagi semua yang tercatat dan sudah terselesaikan, supaya masing-masing tidak seolah-olah lupa ingatan. Rupanya tidak sekalipun beliau kunjung datang. Sejak itu tidak jarang beliau menjelek-jelekkan saya kesana-kemari, macam-macam saja isi kegundahan pikirannya. Lucunya beritanya selalu saja sampai ke telinga saya dan ada saja yang membawa infonya kembali kepada saya, meski saya bukan tipe orang yang berusaha mencari tahu berita tentang diri saya sendiri yang keluar dari mulut orang lain. Mulai dari cerita beliau yang berusaha menghasut orang-orang sekitar kalau saya menjual barang dengan harga yang mahal, saya culas dalam berbisnis, saya masih berhutang padanya atau saya diusir dari tempat parkiran mobil karena tidak bayar sewa. Ada lagi beredar cerita bahwa saya membeli mobil baru karena suami dapat jatah sogokan dari kontraktor. Sampai menyerang hal-hal yang sifatnya pribadi, perihal aliran kepercayaan yang saya anut, sesat. Ketika dekat dengan seseorang saya memang selalu menampilkan sisi diri saya yang sesungguhnya, juga dalam berbagi hal-hal yang saya pikir penting untuk dibagikan. Ternyata saya terlalu naif untuk menyadari bahwa tidak setiap orang mau memahami tanpa mengikuti dan menghakimi. Pada akhirnya saya selalu tidak pernah ambil pusing, karena jika diambil akan membuat pusing. Sesuatu yang dipikirkan kembali akan menjadi pusing yang akumulatif. Meski begitu tetap ada-ada saja perihal yang menjadi hiburan tersendiri dan membuat saya tersenyum geli-geli sendiri karenanya. Tanpa saya sadari, tersenyum terlebih lagi tertawa adalah zat dopamin alami yang baik bagi tubuh manusia. Hal tersebut tidak berhenti dan terus-menerus terjadi saat beliau memunculkan dan mengelola pikiran-pikiran negatifnya tentang saya dan mungkin tentang semua orang? Sekali lagi jangan diambil karena bisa bikin pusing. Kadang saya bertanya-tanya apakah ini juga bentuk-bentuk perlawanan psikologis seseorang saat kekecewaan terjadi? Sehingga sikap mengada-ada akan suatu perihal terasa lebih mudah dan mengasyikan untuk dilakukan daripada bersikap legowo dengan kesalahan diri sendiri atau bahkan mungkin kesalahan orang lain. Pada akhirnya berusaha bersikap bijak untuk sesegera mungkin move on akan sangat mustahil dan sulit kita lakukan?

Dalam hidup manusia memang tidak ada yang abadi atau permanen. Untung rugi, malang bahagia, sakit sehat, sedih gembira, kecewa puas, dan hal hal lain yang punya sisi bertolak belakang. Tetapi manusia sejatinya tidak perlu lagi menoleh peristiwa yang sudah berlalu, aah seperti saat ini, saya baru saja menoleh ke belakang. Fokuslah pada masa sekarang. Jangan membandingkan diri kita dengan orang lain. Seyogyanya bandingkan diri dengan kita yang sebelumnya. Apa saja yang telah kita lewati dan pelajari, apa yang baik dan buruk untuk kita. Sambil terus berusaha menjadi versi terbaik diri kita sendiri setiap waktu. Tidak pernah ada kata terlambat untuk sebuah perubahan, sekecil apapun itu, terutama jika mengarah ke sisi positif. Saya pun masih berjuang dan tidak pernah mau berhenti untuk hal-hal baik yang saya yakini, apapun itu.

Selamat hari Minggu. Semua jadi berkat.☺️💐🤍🍀🕯️🙏


1/10/2022 01.00

Menuliskan Aku adalah Mereka

Mereka bilang tulisan adalah buah pemikiran, apapun jenisnya. Bentuk science atau seni, sekedar hujatan di kepala atau mungkin tidak diantara semuanya. Mereka juga pernah bilang, mereka yang menulis adalah mereka yang memiliki pikiran-pikiran sibuk dan berisik. Aku sedikit pun tidak terganggu saat itu, pikiranku memang sibuk dan berisik, hanya saja kadang aku menikmatinya. Dan bukan salah Dia juga yang menciptakan gairah yang begitu hebat di otakku ini untuk bisa menari-nari sedemikian rupa. Mungkin, lambat laun aku mulai menikmati dengan cara yang berbeda. Mungkin dulu, aku menikmati terbawa dalam kesibukan dan riuh rendahnya pikiran sehingga hal yang sama terulang dan terekam dengan begitu erat dan menjadi tumpukan benang-benang kusut di kepalaku. Cukup berat untuk kubawa kemana-mana, meski sama abstaknya dengan sebentuk awan. Mudah dibayangkan tapi sulit untuk disentuh. Berbeda dengan sekarang. Riuh rendah dan sibuknya pikiran di kepala, sangat nikmat aku rasakan. Sangat dekat dengan nafas dan demi setiap peran yang menakjubkan yang aku mainkan di kehidupan penuh variasi ilusi ini. Meski perlahan sudah terkuak, tetap saja terlalu nyata dan semakin halus.

Mereka. Mereka adalah mereka yang berbeda. Meski ada juga dari mereka yang berusaha menjadikan mereka-mereka itu satu dan sama, ternyata masih saja mereka hanyalah sebuah sebutan bagi mereka yang menganggap dirinya berbeda. Aku tidak ingin terlihat berbeda, juga tidak ingin terlihat sama. Karena esensi kata berbeda sendiri mengolah sebuah identifikasi yang tidak setara dan bukan satu. Aku hanya ingin menulis. Dengan menulis aku membebaskan mereka dengan arti kata mereka yang mereka ingin sandang dan projeksikan setiap waktu, sewaktu-waktu. Bebas, tidak ada salah tidak ada benar. Bebaskan hal itu. Tidak ada apapun.

Sudah lama aku tidak menulis. Menulis apapun yang kusuka, pelajaran kehidupan, pengalaman sehari-hari, perenungan dalam pencarian kesendirian, sebuah cerita pendek atau sekedar puisi percintaan picisan. Ada rasa rindu. Rindu padaku yang gemar menulis keanehan dalam tulisan.

Di suatu perjalanan, aku juga telah bertemu mereka. Mereka yang searah, berjalan ke arah hangatnya matahari. Sedikit berbeda tapi bukan dari jenis yang sama. Mereka menulis setiap kejadian-kejadian. Tulisan-tulisan yang membawa mereka ke arah jalan-jalan yang bermekaran bersama arah mata angin. Mereka menulis setiap perjalanan dan perubahannya. Pada setiap gejolak dan rasa ada pesan penting yang disampaikan semesta kepada mereka, juga kita. Pada mereka aku mulai jatuh cinta lagi. Ada benih-benih yang tumbuh subur bersama hal-hal yang sudah dipasung sebelumnya oleh mereka. Mereka yang menolak untuk membahasakan gejolak dan rasa sebuah pikiran dalam dan pada tulisan. Memaksa sebuah lintasan literasi menjadi hal yang basi, peniadaan-peniadaan yang dimaklumatkan menjadi sebuah batu penjuru, wajib tidak terbantahkan. Aku menolak, karena ingin senormal mungkin. Meski kata normal adalah kata yang dibahasakan oleh mereka juga untuk menolak keabstrakannya. Aku berjingkat menjauh, sekali lagi tidak kubutuhkan payung teduh. Tidak ingin terlalu lekat dengan apa yang memang tidak pernah terpisah. Mereka bilang aku butuh hubungan. Lalu? Biarkan saja, aku sudah cukup mendapat kesenangannya, mendapat rasa nikmatnya. Apakah arti membutuhkan hubungan? Keterhubungan adalah cukup, setiap saat, saat ini, sekarang tanpa harus ada yang dihubung-hubungkan di masa lalu. Mereka? Mereka yang mana? Entah aku sudah lupa, baru saja mereka ada, mereka sudah lewat, sudah tidak ingat lagi.

Pada mereka pesan-pesan yang dituangkan dalam kata-kata bijak tidaklah seromantis pesan-pesan yang dibaca dengan seksama dalam kesendirian keutuhan diri yang satu dan sejati. Ini terlihat begitu tepat. Sesuai untukku dalam ruang-ruang yang tercipta. Porsi, bagian yang dicukupkan. Memanglah tidak mudah untuk mengendalikan panca indera. Ia yang hanya mampu mencipta sebuah cerita, tetapi kadang salah membahasakan apa rasa yang sesungguhnya. Hanya saja ketika itu dituliskan manis menjadi lebih lembut untuk dicerna pada setiap masing-masing kerongkongan kedahagaan manusia. Dimainkan dengan begitu mengasyikan serta sempurna oleh setiap kata dan kita. Dan aku kembali membaca yang sudah tertulis, menjadikannya kitab keabadian dalam keutuhan diriku. Aku seperti tak memiliki gaya gravitasi lagi. Dan itu sungguh menakjubkan.

1.33 6/5/2022

Hijau di hati yang mencipta kuncup


Monday, May 24, 2021

Veni Sancte Spiritus

Veni Sancte Spiritus 
(Datanglah ya Roh Kudus)

Sudah sejak awal iman Kristiani mengarahkan manusia untuk selalu hidup seturut roh dan bukan kehendak daging. Apa yang tertulis dalam kitab suci secara sangat halus dan lembut memetakannya pada jalan kesadaran non dualitas. Meski pada setiap bacaan kitab suci umat Kristiani hal tersebut tidak secara gamblang dijelaskan namun tersirat sehingga membutuhkan pemahaman yang sungguh mendalam melampaui pencarian jalan kebenaran yang selama ini diyakini umat Kristiani secara dualitas, aku dan Tuhanku yang berjarak.

Hidup seturut kehendak roh dan daging merupakan dua hal yang jelas bertentangan. Kehendak daging nyata dalam perbuatan kecemaran oleh hawa nafsu; percabulan, penyembahan berhala, sihir, perseteruan, perselisihan, iri hati, amarah, kepentingan dan bermegah diri, percideraan, roh pemecah, kedengkian, kemabukan, pesta pora dan hal serupa yang mengikuti hawa nafsu serta keinginan-keinginan duniawi lainnya. Sementara kehendak roh mengarah pada kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Dan sejatinya dalam roh tidak ada satu pun hukum yang menentang hal-hal baik tersebut. Begitu juga jika disandingkan pada ajaran setiap kepercayaan yang ada di muka bumi.

Umat Kristiani merayakan hari raya Pentakosta. 50 hari setelah Paskah, peristiwa kebangkitan. Pantekosta juga merupakan peringatan turunnya sepuluh perintah Allah kepada Musa dalam kitab perjanjian lama dan kehadiran roh Kudus (keilahian) atas para rasul dalam kitab perjanjian baru. Meski tidak dirayakan semeriah Natal ataupun Paskah. Hari raya Pentakosta merupakan penanda penting dalam kehidupan berohani bagi umat Kristiani. Perayaan akan keilahian diri sejati yang dikenali dengan hadirnya roh Kudus.

Pertentangan antara berkehidupan menurut kehendak roh atau daging secara berbeda dinyatakan dengan cara yang unik. Dalam 10 perintah Allah kepada Musa maklumatnya menjadi jelas bahwa kehendak daging bukanlah jalan berkehidupan diri sejati manusia. Hal tersebut menjadi wajib saat dituliskan dengan kata awalan 'jangan' dari perintah yang diturunkan kepada manusia melalui Musa, mulai dari yang pertama sampai yang terakhir. Begitu pula halnya dalam kitab perjanjian baru ketika roh Kudus turun dalam lidah-lidah api kepada para rasul sehingga mereka mampu berkata-kata dalam bahasa roh satu sama lain. Peristiwa yang mendeklarasikan kembali bahwa setiap manusia (para rasul) menjadi satu kesatuan dalam keilahian. 

Di jaman sekarang atau jika bisa membahasakan dengan istilah jaman Kali Yuga (kegelapan), buah-buah roh yang tumbuh dalam diri sejati bukan sekedar hadir dalam kemampuan berbahasa roh semata-mata atau kemampuan kurniawi dan bernubuat. Buah roh tampak dalam bahasa yang sangat universal, yaitu bahasa kasih dan kebijaksanaan. Keduanya mampu membuat manusia saling memahami, saling mengerti satu sama lain dan menjadikan setiap manusia terhubung satu sama lain, satu kesatuan. Buah roh dalam bahasa kasih dan kebijaksanaan tumbuh saat manusia hidup dalam kehendak roh, meski sudah ada sejak manusia dilahirkan. Banyak jiwa tetapi satu kehadiran, banyak karunia tetapi satu roh, banyak talenta dan anugerah bernubuat tetapi tidak terpisah. Pemaknaan keilahian non dualitas itu dengan sendirinya menghilangkan identitas manusia, baik suku, ras, agama, posisi, status, kedudukan, jenis kelamin dan identitas-identitas lainnya baik itu lewat keturunan ataupun buatan. Kesadaran non dualitas itu yang akhirnya mampu menghadirkan surga semesta melampaui surga yang dipahami kebanyakan manusia sekarang. Surga semesta tanpa batasan yang hadir melalui bahasa kasih, bahasa damai tanpa kekerasan (Ahimsa). 

Selamat hari raya Pentakosta, keilahian (sudah) ada di dalammu.

☺️🤍💐🍀🕯🙏

Saturday, March 20, 2021

Pertemuan

 .. bertemu pada hari-hari berikutnya,

bahwa kasih sayang adalah kitab yang masih terkubur,

ikhlas adalah solusi yang tak pernah menemukan jalannya

dan 

bernafas adalah satu-satunya identitas yang masih tersisa


Hari Om Tat Sat ☺️🕯🤍🙏


March, 20 00:50


Saturday, February 13, 2021

Cintailah Aku

Bagi sebagian orang kalimat " Aku mencintaimu" sangat sulit diucapkan. Mungkin karena kalimat itu membawa tanggung jawab berat atau ketakutan menjadi bentuk berbagi keutuhan akan cinta diri sendiri, bisa juga tidak memahami artinya. Sebagian orang juga mungkin takut pada penolakan atas reaksi dari kalimat tersebut atau bisa jadi ada banyak alasan lainnya yang saya sendiri tidak bisa mengandaikannya, tentunya setiap kita punya alasan masing-masing. Memanglah sulit ketika "mencintaimu" berarti melihat dua sosok yang berbeda yaitu mencintai orang lain di luar diri kita sendiri. Tetapi bukan juga berarti mencintai orang lain dengan cara yang serupa seperti kita mencintai diri sendiri akan menjadi lebih mudah. Seperti halnya ketika setiap agama mengajarkan kita untuk mencintai sesamanya.

Sebuah puisi Hafiz (With That Moon Language) yang menyoal tentang cinta, saya temukan kira-kira hampir dua bulan yang lalu. Bait-baitnya saya baca berulang-ulang. Meski pendek, pesannya sangatlah mendalam dan sakral. Semakin sering diulang semakin membuat kesan pesimis di awal menjadi kian memudar. Saya terenyuh. Pernyataan "cintailah aku" sesungguhnya menjadi sebuah kalimat kuat yang tidak pernah sederhana ataupun mudah. Ya, manusia dan segala ego dalam dirinya selama ini dipermaklumkan menjadi sesuatu yang sangat manusiawi. Entah mengapa Hafiz mampu membuat personifikasi sedemikian dalamnya melalui bulan. Baik bulan penuh (purnama) dalam kesungguhan satu rasa kehidupan pada kedua bola mata manusia, juga bulan yang mampu berbahasa manis. Pada penglihatan Hafiz ada sebuah kalimat yang penuh dengan kerendahan dan kelembutan hati. Sebuah pernyataan yang lebih mendekati suatu permintaan yang perlahan-lahan memangkas seluruh ego diri dari mereka yang berani mengucapkannya. Dalam hati terutama secara langsung. 

Ketika mencoba, tentunya dalam hati, takut-takut jika mereka yang mendengar memang mungkin akan segera memanggil polisi, seperti yang telah diperkirakan Hafiz 🤭, maka kalimat merasuk pikiran, pikiran menyentuh hati. Keduanya ada di dalam tubuh manusia. Tubuh menerima instruksi pikiran yang telah melewati hati. Dan hati memanglah bagian dari tubuh manusia yang sungguh luar biasa. Ia jauh dari kebohongan, tidak pernah punya kehendak namun mampu menjadi penggerak kehendak. Terutama hati tentunya menciptakan dan mengolah kehendak-kehendak baik. Kalimat yang diucapkan dalam batin demi menyatukan hati kita pada setiap orang yang kita temui, yang kita ajak bicara dan kita ajak berinteraksi. Kalimat yang dengan sendirinya perlahan-lahan dirasakan mampu merubah hati kita menjadi melunak, ada keinginan untuk mengerti, ada kesabaran dalam diri juga rasa belas, kasih dan sayang. Bersamaan juga kalimat itu mampu membangun rasa untuk berusaha dengan kesadaran penuh memahami dari sisi mereka di luar diri kita sendiri yang (selama ini kita anggap) lain. Baik mereka yang sudah kita kenal lama, beberapa saat atau baru bertemu, tanpa terkecuali. Apa yang ada di hadapan saya saat ini adalah cermin diri saya sendiri yang juga satu dengan semesta dalam bentuk yang berbeda. Betapa indahnya berlainan dan berjarak tetapi sesungguhnya satu. Dan betapa dasyatnya jika setiap manusia memampukannya. 

Kata "cintailah aku" juga sedikit demi sedikit membantu kita untuk mengucapkan, mengamini lalu mengejawantahkan secara nyata atas kalimat yang sebelumnya (mungkin) sangat sulit kita ucapkan bahkan mungkin kita hindari, yaitu "aku mencintaimu setulus hati."

Selamat hari kasih sayang 🤍🕯🙏